Thursday, January 20, 2005

Wajar, Kan?!?!

Entah mengapa akhir-akhir ini kalimat diatas bergaung-gaung dalam kepala saya. Beberapa kali sempat terlontar dalam rangka menyemangati sahabat-sahabat saya, dan kali yang lain untuk menyemangati diri sendiri. Ya.. daripada ngomong terus nyampe berbusa, mending ditaro blog aja deh. Biar dunia membaca!! Silahkan.. silahkan...
-----

Wajar!! Iya... wajar kan? Ketika kita meminta sesuatu kepada seseorang, maka ada kemungkinan permintaan itu diluluskan dan ada kemungkinan tidak. Kalau permintaan itu diterima, ga ada masalah dong? Kita tinggal berucap terima kasih, dan mengambil apa yang kita minta, atau melanjutkan proses bila memang permintaan itu belum final (tentunya dengan cara yang baik loh!). Nah, tulisan ini ingin membahas tentang jawaban yang kedua. Bagaimana seharusnya kita memposisikan diri bila kita bertemu dengan kondisi 'penolakan' itu.

Banyak faktor yang menyebabkan permintaan seseorang tidak diterima, tapi biasanya alasan tersebut didominasi oleh dua faktor, yaitu 'ketidakmampuan' dan 'ketidakmauan'. 'Not able to' atau 'Not willing to'.

Faktor 'ketidakmampuan' berkaitan erat dengan fakta dan realita, sesuatu yang bisa kita usahakan tapi mau tidak mau harus kita terima. Bisa jadi 'ketidakmampuan' itu adalah karena beliau tidak memiliki apa yang kita minta, atau tidak mempunyai kecakapan untuk meluluskan permintaan kita. Faktor lingkungan dan sosial pun biasanya berperan disini. Dalam banyak kasus, penolakan dengan alasan ini akan menjadikan lebih mudah bagi kita untuk menyikapinya.
Sedangkan 'ketidakmauan' lebih bersifat preferensi pribadi, ada kalanya seseorang terlalu menyayangi sesuatu hingga sulit untuk memberikannya ketika diminta. Di lain waktu, mungkin orang yang diminta tersebut mempunyai penilaian negatif terhadap sang peminta, sehingga beliau tidak bisa mempercayai kita untuk menjaga amanah terhadap apa yang kita minta. Penolakan dengan alasan ini, bisa jadi sulit untuk disikapi, apalagi jika bersinggungan dengan harga diri seseorang!!

Sebagian orang mungkin akan menjelaskan alasan penolakannya, tapi jika tidak - menurut saya - kita tidak punya hak sedikit pun untuk memaksanya menjelaskan. Kalau kita meminta penjelasan dan beliau memberikan, ya alhamdulillah. Tapi kalau beliau hanya menjawab 'tidak', tanpa penjelasan apapun, sekali lagi, kita tetap tidak bisa memaksa. Toh, ketika kita meminta sesuatu, resiko itu harus sudah jelas terpatri di otak kita. Kemungkinannya adalah 1 berbanding 2. Apapun alasannya, disinilah kelapangan hati dan kebesaran jiwa kita diuji. Apakah kita akan tetap menjadi seorang bocah yang merengek minta mainan sambil menangis bergulingan di tanah, ataukah kita cukup menghela nafas panjang, mengambil jarak, dan mulai menjalani hidup seperti sebelumnya? Bukankah masih banyak orang tempat kita akan meminta nantinya? Kenapa harus terpaku...

Kecewa!! Itu pasti.. Tapi itu konsekuensi, dan berjuta pelajaran mengekor di belakangnya. Pelajaran yang bila kita cukup cerdas mengolahnya, maka akan menjadikan kita pribadi yang tangguh, dan bukan tidak mungkin di masa depan penolakan-penolakan itu akan jarang menghampiri kita. Bukan! Penolakan bukanlah suatu kegagalan! Bukankah sesungguhnya kegagalan mutlak itu adalah ketika seseorang tidak berani untuk mencoba?! Nikmati saja, Teman. Ambillah jarak itu. Jarak waktu dan tempat akan perlahan mengubah kekecewaan kita menjadi energi positif yang mencerahkan. Hingga waktunya tiba, kita akan berkata lantang pada dunia: "Terlalu banyak urusanku untuk hanya dikecewakan karena hal sekecil ini. Satu hal yang pasti, selama iman ini masih terpatri kokoh di hati, selama aku yakin bahwa Allah bersamaku, tidak ada kata putus asa bagiku!! Dari sekian milyar jiwa manusia yang hidup di dunia ini, pasti akan ada satu orang yang mampu dan mau meluluskan permintaanku..."

----
[Lift up your head, Friends!! It's not the end of the world...]

No comments: