Saturday, December 15, 2012

Demi seorang Sahabat...

Entah kenapa kisah cinta seorang sahabat saya, sangat ingin saya tuangkan ke dalam untaian bab demi bab kehidupan, merangkai utuh satu buku bernama novel.

Aih, muluk sekali. Padahal saya pun belum berhasil menulis sebuah cerpen. Novel? Ngimpi kali yeeeee.... Tapi akhir-akhir ini, kata-kata terus berlompatan di kepala saya. Terkadang saya biarkan kata itu bermain menjelma sosok-sosok fantasi, tak jarang juga terpaksa saya kunci rapat-rapat dalam sel abu-abu di otak, berharap ia bisa bekerja sama dan memunculkan ceritanya sendiri tanpa saya minta.

Bisakah? Teman saya menulis novel hanya dalam 10 hari, sementara teman lainnya dalam dua tahun.... Saya? Hehehe...

Mudah-mudahan tulisan ini memotivasi saya untuk benar-benar meluangkan waktu menulis, 15 menit sehari, demi cinta saya pada sahabat saya.... ^^


»»  Baca Selanjutnya...

Tuesday, September 11, 2012

Susah-Susah Gampang jadi Orang Kaya


Momen pasca lebaran adalah momen repotnya para ibu tanpa ART (asisten rumah tangga). Mereka yang izin pulang kampung untuk berlebaran di tempat asalnya, seringkali dengan atau tanpa permisi, tidak kembali lagi ke tempat ia bekerja semula. Sebagian beralasan karena tempat kerja yang kurang nyaman, ga cocok sama majikan, menjadi TKI, buruh pabrik, atau hanya berganti lokasi pekerjaan. Terkadang hal ini juga sudah menjadi rahasia umum, merupakan permainan para agen penyalur pembantu. Saya pernah juga mengalami dilema ini dulu saat masih bekerja. Memikirkan urusan domestik rumah tangga –alias nyuci, setrika, nyapu, ngepel, masak– sekaligus memikirkan siapa yang menjaga anak2 saat mereka di rumah, atau siapa yang mengantar jemput mereka dari sekolah. Ya, ART menjadi satu solusi, terutama bagi ibu-ibu yang tinggal jauh dari orang tua. Untung bagi saya, rumah saya hanya sepelemparan batu dari rumah neneknya anak-anak :) jadi pengawasan anak-anak tetap oleh neneknya walaupun sudah ada ‘mbak’.

Saya pernah atau seringkali berpikir, jadi orang kaya itu enak. Mau apa saja, insyaAllah terpenuhi. Tidak perlu repot memikirkan bebersih rumah, karena semua ada yang melayani. Mau pergi kemana saja, ada yang mengantar, mau beli apa saja ada yang bisa di suruh. Enak banget kan? Tapi ternyata perbincangan saya dengan seorang sahabat saya pekan lalu, membuat saya berpikir ulang: ternyata jadi orang kaya itu susah-susah gampang.

Entah bagaimana awalnya, pertemuan kami senin lalu, berujung pada diskusi tentang ART dan manajemen pengurusan rumah tangga. Lawan diskusi saya, seorang ibu yang bisa dibilang termasuk dalam golongan ekonomi atas. Beliau bercerita dengan hebohnya tentang kerepotannya mengurus rumah. Dengan anak lima -yang paling kecil baru berusia 6 bulan- biasanya keluarga mereka dibantu  ntukang yang merawat kolam renang, dan satpam. Rumah tiga tingkat yang dibangun di atas tanah 1800 m itu, tentu saja memerlukan usaha lebih dari cukup untuk membersihkannya hanya seorang diri. Dia bercerita: pembantu saya yang balik dari kampung hanya 1 orang, sopir ga ada yang balik, tukang kebun belum pulang!!! Saya antara mau ketawa geli dan merasa kasihan saat mendengar ceritanya. Saat saya bertemu beliau pekan lalu itu, beliau sudah mendapatkan tambahan pengganti hanya 1 orang ART. 

Dengan dua orang ART itulah ia mengawali kisah kerepotannya: “Pagi aku bangun sebelum subuh, masak sarapan dibantu si mbak yang satu. Si mbak yang lain sambil gendong si bayi, disuruh untuk membangunkan anak-anak dan menyiapkan pakaian mereka. Beres masak, aku pegang si ade sebentar, trus kadang kalo sempet ikut makan. Si mbak berdua suruh beres-beres. Abis anak-anak sarapan, si ade dipegang mbak lagi, aku ngojek¬in anak-anak ke sekolah –sekolah anak-anaknya hanya 5 menit dari rumah, tapi harus bolak balik karena anaknya 3 orang yang sekolah– sepulang ngojek baru ngurus si bayi, mandiin, kasi makan. Trus mulai deh rutinitas mengerjakan tugas dari suami: beli ini-itu, telpon sana-sini, cek ini itu, dst. Suamiku setiap malam mengirim sms panjang tugas yang harus dikerjakan esoknya.” Dst... Hihihi, saya capek sendiri mendengarnya... Masih panjang sebenarnya cerita beliau, tapi saya rasa sampai sini pun kita sudah bisa membayangkan betapa repotnya mengurus rumah tangga yang semi-perusahaan seperti itu. Oia, suaminya pengusaha tapi hampir sebagian besar waktu dihabiskan di luar.

Banyak hal yang bisa saya ambil hikmahnya dari diskusi kami pagi itu. Pertama, tentu saya bersyukur. Rumah saya luasnya tidak sampai se-per-sepuluh dari rumah sang ibu. Alhamdulillah walaupun tetap repot, tapi masih bisa ditangani sendiri, jadi kalopun ga ada yang bantu paling tidak ga perlu sedemikian stres. Ternyata Allah memang memberi ujian itu sesuai dengan kemampuan hamba-Nya. Mungkin saat ini saya masih belum rela waktu-waktu me time¬ saya –ngemol, nonton korea, nyalon, diambil hanya demi mengurus rumah segede gaban. Makanya Allah ngasi rumah secukupnya aja, biar bisa diurus :p

Tapi dibalik kerepotan yang dialami sahabat saya itu, subhanallah-nya, beliau selalu menjumpai tamunya dalam kondisi sudah mandi, rapih dan cantik ^o^ Hayoooo yang ibu-ibu di rumah, jam berapa mandinya kalo ga ada acara ke luar ;p ?? Saya pernah juga mendapat nasihat ini dari salah seorang sahabat. Nasihat sederhana tentang daster. Dia selalu mengantar suami pergi, dan menyambut suami pulang dalam kondisi sudah rapih dan wangi. DASTER dipakai hanya sebagai pakaian tidur. Saya yang waktu itu baru berumah tangga, belum terlalu ngeh kenapa sedemikian ia menekankan tentang daster. Tapi setelah mengalami repotnya mengurus anak dan rumah, saya baru paham... Suami kita kerja di luar rumah, bertemu dengan perempuan-perempuan yang cantik dan wangi, dengan pakaian alakadarnya. Jangan sampe deh suami membandingkan mereka dengan istri di rumah yang tampangnya kusut, baju cuma daster, dan belon mandi...hadeuhhhh..

Pelajaran lain yang bisa saya ambil dari beliau adalah tentang kedermawanannya... sosok yang saya bicarakan ini, adalah penyandang dana dari lembaga Tahsin/Tahfidz Qur’an yang sedang saya dan teman-teman rintis. Tidak hanya sekedar penyandang dana, beliau juga mau berepot-repot membantu kami duduk bersama para calon siswa, membeli perlengkapan bahan mengajar, dst. Kami menggunakan rumah beliau untuk pendaftaran, dan tempat belajar sementara. Saat Ramadhan lalu, setiap hari keluarganya membagikan ta’jil di jalan bagi para musafir, kemudian membagikan zakat juga untuk masyarakat sekitar, dan ia juga mengundang beberapa ustadz untuk pengajian khusus di rumahnya setiap pekan: kajian tafsir, fiqih, rumah tangga, dll. Wuaaaa, untuk hal yang satu ini saya sangat iri pada beliau... Memang subhanallah efek uang jika dipegang oleh seorang kaya yang dermawan...

Ternyata, jadi orang kaya itu susah-susah gampang ya ^o^

»»  Baca Selanjutnya...

Sunday, September 09, 2012

Cantik tanpa Jilbab

Copas..

Cantik Tanpa Jilbab

Pada suatu hari, Zenal didatangi oleh seorang temannya—sebut saja Bunga karena namanya memang Bunga—yang katanya ingin mulai berjilbab setelah lebaran.
"Zen, menurut lo gue cantik nggak kalau nanti berjilbab?" tanya Bunga.
"Menurut gue sih, lo lebih cantik kalau nggak pake jilbab. Rambut lo bagus, apalagi kalau habis ke salon. Kalau lo pake jilbab, kayanya kecantikan lo bakal berkurang," jawab Zen santai.
"Lho kok gitu? Berarti lo nggak mendukung gue pake jilbab dong?" tanya Bunga keheranan.
"Mendukung kok."
"Lah, tapi tadi lo bilang gue jadi kurang cantik kalo berjilbab?"
"Lah emangnya lo pake jilbab supaya jadi cantik? Atau supaya apa?"

Powered by Telkomsel BlackBerry®
»»  Baca Selanjutnya...

Saturday, August 18, 2012

Lebaran vs Gubernur

Sahabat..! Udah tiga hari lalu-lintas di Jakarta agak lancar, agak nyaman.
Mungkin besok lebih nyaman lagi, lagi dan lagi.

Untuk mengurangi kemacetan, ternyata yang dibutuhkan Jakarta bukan GUBERNUR,,, tapi LEBARAN..:D
Hë •̃͡-̮•̃͡ hë •̃͡-̮•̃͡ Hë ... Happy last Shoum..


-Yn3 Marchelino @Tsel bb-
»»  Baca Selanjutnya...

Friday, August 17, 2012

Doktrin diktator-isme

Sore temans...

Ingat doktrin ini?

Pasal 1: "Senior selalu benar"
Pasal 2: "Jika senior salah, lihat pasal 1"

Doktrin yang sangat sering digunakan dalam bingkai ospek. Doktrin yang serupa juga sering kita jumpai dalam sebuah perusahaan atau komunitas tertentu. I've been there before, I know how it feels.

Salahkah doktrin tersebut? Dalam beberapa hal, diktator wajib-kudu-musti ada. Ada hal-hal yang hanya perlu kita -sebagai bawahan- tahu hasilnya tanpa perlu tahu pembahasan di belakangnya. *Saya jadi ngebayangin menjadi prajurit disini, taat dan patuh tanpa banyak bicara, terutama terkait strategi perang.* Tapi dalam banyak hal, justru sebaliknya yang terjadi. Sebenernya sih, itu tergantung pada atmosfir atau iklim yang ingin dibangun pada perusahaan atau komunitas tertentu. Kalo saya sih, prefer rasa kekeluargaan yaaaaaa...

Saya, seorang plegmatis. Kalau ada perdebatan, saya cenderung lari :p
Tanya saja sama teman-teman kuliah saya, dulu mereka meletakkan mandat bagi saya untuk menjadi anggota Kongres -sejenis DPR- di kemahasiswaan kampus untuk mewakili jurusan, dan apa mau dinyana, saya mah setia menjadi pengamat saja ^o^  Kalo dengerin orang berdebat panjang lebar, hati ini suka dag-dig-dug-der. Antara gemes mau membela diri, ga tahan karena di-pojokkan, tapi juga bete mendengar orang berdebat kusir, dst, dll.

Berada dalam sebuah komunitas yang mempunyai pemimpin diktator, membuat saya belajar untuk menjadi tangguh. Ketika tanpa alasan jelas saya diputus kontrak, ketika secara sepihak saya disalahkan, dan ini terjadi juga pada beberapa teman, woooowwww, ternyata itu cara Allah untuk menempa mental saya menjadi orang yang kuat. Terkadang, pelajaran hidup lebih banyak bisa kita ambil dari kasus orang lain :)

Akhir-akhir ini saya kembali menemui fenomena doktrin ini. Dalam satu komunitas yang saya sayangi, ternyata saya merasa ada sebagian kecil orang yang menganggapnya sebagai "ini komunitas punya gue, lo ikut apa mau gue". Saya jadi tercenung, bagaimana sih sebaiknya seorang pemimpin itu? Rasulullah SAW, Abu Bakar as-Shiddiq, Umar bin Khattab ra., sahabat Rasul yang lain, adakah yang memegang prinsip ini?

Contohlah Rasulullah. Beliau selalu mengajak sahabatnya untuk berdiskusi terkait hal-hal yang maslahat untuk ummat. Saat perang Khandaq, Rasul sempat mengusulkan satu hal, lalu dipertanyakan oleh sahabatnya "Ya Rasul, apakah keputusan anda merupakan wahyu dari Allah atau bukan?" dan Rasul menjawab "Bukan". Maka sang sahabat -Khalid bin Walid- mengusulkan strategi lain yang akhirnya membawa kepada kemenangan peperangan tersebut. Seorang Rasulullah...... bersedia menerima masukan.

Mari berkaca lagi khalifah Umar ra. Ia yang tinggi besar dan ditakuti oleh kawan dan lawan, menunduk takzim saat diingatkan oleh seorang perempuan terkait keputusannya membatasi mahar. Apakah kedigdayaannya membuat ia tidak mau menerima masukan?

Siapalah kita untuk merasa selalu benar atas keputusan kita? Saat seseorang memberimu nasihat, itu berarti seseorang itu menyayangimu, ingin agar engkau menjadi lebih baik, ingin agar engkau tidak salah langkah...



~sore kelabu :'(




»»  Baca Selanjutnya...

Tuesday, August 14, 2012

Tidak Semua Tahu Caranya [Memberi]

Kejadian sore itu membuat saya sadar bahwa, tidak semua orang tahu cara untuk memberi.

Hari itu, hari ke 15 Ramadhan 1433H. Saya dan adik-adik binaan bersepakat untuk membagi-bagi ta'jil di jalanan. Awalnya kami berencana untuk membagikan 100 paket di stasiun UI Depok. Dengan budget masing-masing kotak 5000 rupiah, artinya kami harus mencari dana sebesar minimal 500rb untuk menjalankan program tersebut.

Awalnya adik-adik saya ini pesimis "Mbak, dananya dapet dari mana ya?" Soalnya uang kas tinggal 200rb waktu itu. Saya mengusulkan kita masing-masing menyumbang minimal 50rb sebagai dana awal. Mengingat ada teman yang kurang mampu, jadi tidak semua membayar dana tersebut, akhirnya terkumpulah 200rb sebagai awalan. Salah seorang berkata "Nanti aku todong temen-temen di kantor deh, mudah-mudahan mereka mau nyumbang."

Susahnya, acara kami ini adalah acara dadakan. Jadi jangankan surat permohonan dana atau proposal, lokasi bahkan bentuk acara pun hingga detik terakhir masih berubah. Itulah sebabnya mereka agak ragu untuk 'menodong' ke teman-temannya. Oke, batas waktu hari Rabu (4 hari sebelum acara) laporkan penerimaan dana ke bendahara ya....

Teng teng teng, saat hari Rabu. Mas'ul kelompok bbm, "Mbak, uangnya lebih, alhamdulillah." Awalnya saya menanggapi biasa saja. "Ya udah kalo lebih kita tambah kotak-annya." Ternyata, lebihnya hingga 3 kali lipat!! Allahu Akbar. Akhirnya kami membagikan 250 paket ta'jil di jalan raya Margonda dan uang donasi masih tersisa 400rb. Subhanallah...

Ada satu lagi kejadian saat kami membagi-bagikan ta'jil tersebut. Seorang perempuan -kayaknya sih mahasiswa- mendekat dengan malu-malu, dan bertanya pada saya, "Mbak, ini dari mana ya?". Saya jawab "O, ga dari mana-mana ko mbak, ini kita-kita aja. Kan menjalankan sunnah Rasul, kalau memberi makan orang berpuasa akan mendapatkan pahala puasa juga." Kelanjutannya sangat tidak disangka "Aku boleh nyumbang?" tanyanya sambil mengeluarkan dompet. Awalnya saya bingung juga ko dia mau nyumbang dalam bentuk uang lah wong acaranya sekarang... "Iya, kan pasti besok-besok ada acara lagi kayak gini, aku nitip ya.. aku juga mau dapet pahala." lanjutnya lagi. Setelah bengong sebentar, akhirnya saya terima uang si mbak ini dengan mengucapkan terima kasih.

Subhanallah... Kita tidak pernah tahu, ada jiwa-jiwa yang bisa tergerak dengan hal kecil yang kita kerjakan. Sebagaimana kita mungkin tidak pernah tahu, ada manusia-manusia yang tidak mengerti cara untuk memberi. Banyak pengemis di pinggir jalan -walaupun saya sudah berhenti memberi kepada pengemis; ada tromol sumbangan masjid dimana-mana; spanduk dan pamflet lembaga ZISWAF pun tersebar hingga ke pelosok. Tapi bukan itu yang menggerakkan hati dan tangan seseorang untuk mau memberi, berbagi.

Ada rasa kedekatan dan kepercayaan lebih, saat yang meminta 'donasi' adalah orang yang kita percaya, seperti teman-teman adik-adik binaan saya ini. Mereka dengan mudah mengeluarkan dana karena mereka percaya bahwa temannya tidak akan menyelewengkan amanah tersebut. Di lain waktu, mungkin orang akan tergerak untuk memberi dengan semakin banyak dan jelasnya informasi yang diperoleh tentang suatu hal -contohnya tentang Palestina, atau Rohingya yang sedang dalam krisis saat ini. Semakin mereka tahu informasi itu, apalagi jika yang meneruskan informasi adalah orang yang mereka kenal, semakin tergerak hatinya untuk membantu sesama -mudah-mudahan. Yuk, terus beramal...


Wallahua'lam bi showab...
»»  Baca Selanjutnya...

Hana Salju

Celoteh neng Hana siang ini..

"Ummi kita bikin kue apa hari ini?"
"Putri salju"
"Kenapa putri? Punya Hana mana?"
"Ya udah kuenya jadi Hana salju deh"
ˆ⌣ˆ✗¡✗¡✗¡ ˆ⌣ˆ✗¡✗¡✗¡ ˆ⌣ˆ


Ctt: putri itu ponakanku, sepupunya Hana :p



»»  Baca Selanjutnya...