Thursday, January 06, 2005

Episode Kemarahan

Seakan seperti jawaban atas kegundahanku. Iseng aku buka-buka lagi folder save items di HP-ku. Pesan singkat itu aku terima saat Idul Fitri tahun ini. Bukan sebuah puisi romantis atau rangkaian kata-kata mutiara. Hanya sebuah nasihat, dari sebaik-baik pemberi nasihat, pedoman hidup seluruh umat manusia, Al-Qur'an...


".. dan orang-orang
yang menahan amarahnya dan memaafkan (kesalahan) orang. Allah menyukai
orang-orang yang berbuat kebajikan."
(QS. Ali Imran, 3:134)



------
Kemarin malam aku mengalami suatu hal yang membuatku kesal tiada kepalang. Rasanya emosi memuncak hingga kepala terasa mendidih, rasa di dada membuncah seakan minta pelampiasan. Tangan terkepal, ingin menangis, menjerit!!! Astaghfirullah... Berulang kali diminta, berulang kali dinasihati, berulang kali dijelaskan. Kok ya nda berubah, kok ya malah tambah bikin pusing.. Sabar dong, ukhti... Hiks...

Lalu, ayat itu seakan mengembalikan kesadaranku, menamparku dengan sangat keras! Aku terdiam. Penasaran, aku cari lanjutannya. Ternyata itu adalah rangkaian dari ayat tentang ciri-ciri orang yang bertaqwa. Diawali dengan seruan untuk bersegera menuju ampunan Allah, dan ditutup dengan balasan bagi orang-orang yang bertaqwa... Tapi, menahan amarah saja ga cukup! Karena bisa jadi akan berubah menjadi dendam yang, seperti orang bilang, ibarat api dalam sekam. Menahan amarah hanya awalan, harus diakhiri dengan memaafkan, mengikhlaskan kesalahan seseorang dan menyerahkan urusannya hanya kepada Allah... Hua... Yen, which one do you choose? Tetap berada dalam kemarahan yang menguras energi jiwa, atau meraih kecintaan Allah dan menjadi bagian dari orang-orang yang bertaqwa?
Lalu satu sisi hati berkata "Sulit!!!" dan sisi yang lain menjawab "Sulit, bukan berarti tidak bisa!! Bukankah Allah tidak akan menimpakan ujian di luar kemampuan hamba-Nya?!?"

Padahal Rasulullah telah menasihati: "Jangan marah!!" Bahkan diulang hingga 3 kali. Meminta kita untuk duduk pada saat kita marah dalam keadaan berdiri, meminta kita untuk berbaring jika kita marah dalam keadaan duduk. Menyuruh kita mengambil air wudhu dan shalat. Sesungguhnya kemarahan itu berasal dari syetan dan syetan itu berasal dari api. Ahh segarnya..

Perenunganku tentang ayat di atas membawa ingatanku pada suatu diskusi dengan salah seorang sahabat, juga salah satu artikel yang pernah kubaca. Tentang memaafkan dan melupakan. Diskusinya lumayan panjang, jadi ditulis ringkasannya aja ya...
Hmm... sebagian orang bilang kalo melupakan itu adalah satu ciri-ciri proses memaafkan sudah dilakukan. Well, memaafkan itu memang penting. Tapi ada beberapa kondisi dimana kesalahan yang pernah dilakukan oleh seseorang, tidak harus kita lupakan. Karena bagaimanapun, kesalahan itu pernah dilakukan!! Bahkan Allah menyuruh kita untuk mempelajari sejarah, memerintahkan kita untuk memperhatikan kesudahan kaum-kaum yang mendustakan-Nya, dan mempelajari kisah orang-orang yang ditinggikan derajatnya di sisi Allah. Jangan, jangan dilupakan!! Agar kita tidak lagi melakukan kesalahan itu dan kita tidak terjebak dalam kesalahan orang lain (kaum terdahulu). Life's too short to make all kind of mistakes. Learn from others!!

Kentang dan Benci

Teringat kisah 'pelajaran' di sebuah kelas pra-sekolah. Sang guru berinisiatif untuk mengajarkan mereka tentang kebencian. Mereka diharuskan membawa sebuah kantong plastik berisi kentang yang ditulisi nama orang yang mereka benci di dalam kelas itu. Tentu saja, kentang yang harus dibawa adalah sebanyak jumlah orang yang mereka benci. 'Pelajaran' pun dimulai. Sang guru meminta para murid untuk membawa kentang itu kemanapun mereka pergi (bahkan ke kamar kecil) selama 1 minggu. Lalu meminta mereka menceritakan perasaan mereka setelah minggu itu berlalu.

Bisa ditebak bukan? Semakin banyak kentang yang mereka bawa, semakin berat pula bebannya. Dan semakin lama mereka membawa kentang itu, maka perasaan tidak nyaman yang ditimbulkan karena membusuknya kentang tersebut, akan semakin membekas dalam. Hal ini membuat semua murid melalui minggu yang sangat berat, dan merasakan kelegaan yang luar biasa ketika 'pelajaran' itu berakhir.

Bayangkan!! Bagaimana jika kita membawa 'kentang' dendam dan kebencian itu di hati kita? Semakin lama kita memeliharanya, maka kebusukan 'kentang' itu akan mengotori hati kita yang pada akhirnya membentuk kerak yang sulit untuk dibersihkan, bahkan bisa jadi meninggalkan bekas yang dalam. Apalagi jika kita memupuk kebencian itu untuk banyak orang, bukankah akan semakin luas kerak yang menempel di hati kita. Jika itu terjadi, akankah kita masih bisa merasakan cinta? Akankah kepekaan kita terhadap kebaikan orang lain menghilang begitu saja?

Akhirnya...

Menahan marah dan memaafkan adalah dua hal yang berbeda. Masing-masing bisa dilakukan dan berdiri sendiri. Bisa jadi seseorang tidak menampakkan kemarahannya, tapi dia menyimpan dendam dan kebencian yang akan mengkristal dalam dada, hingga suatu saat akan meletus keluar laksana gunung merapi. Di sisi lain, bisa jadi ada orang yang meluap-luap emosinya dan menampakkan kemarahannya sedemikian rupa, tapi berikutnya dia melupakan kejadian itu dan memaafkan penyebab kemarahannya. Mana yang lebih baik? Semoga ayat di muka tulisan ini bisa menjawabnya. Mungkin disana-sini ada hikmah yang tercecer, silahkan diambil jika menemukannya. Wallahu a'lam bis showab..

"..dan apabila mereka marah mereka memberi
maaf." (QS. Asy-Syura, 42:37)


- terima kasihku untuk seseorang yang telah membuatku menemukan rahasia ini

No comments: