Tuesday, April 12, 2005

SMILE, and The World will Smile Back at You

Jurnal Muslimah - Saturday, 09 April 2005

Kafemuslimah.com
"Assalamu'alaikum, Teh." Aku menoleh untuk melihat siapa yang memberikan salam.
"Wa'alaikum salam...?" Jawabku sambil mengerutkan kening berusaha mengingat identitas si empunya suara.
Aha, wajah yang sama dengan yang kutemui 3 hari yang lalu ketika dalam perjalanan ke Masjid kampus, juga 7 hari yang lalu. Wajah yang sama, senyum yang sama, salam yang diucapkan dengan penuh keramahan, masih belum berubah... Kucoba lagi mengetuk sel abu-abu di otakku, mencari memori tentang seraut wajah berjilbab putih yang barusan menyapaku ini. Sungguh, aku tidak pernah bertemu sebelumnya.
"Kita memang belum kenal, Teh. Aku hanya ingin menyapa. Aku sering lihat Teteh lewat disini, pingin kenal aja.." Jawabnya menjelaskan ketika aku, dengan perasaan malu yang sangat, menanyakan identitas beliau.
Subhanallah... belum kenalkah kita?
--
Cerita di atas adalah satu episode kecil dalam kehidupan saya yang meninggalkan kesan mendalam hingga hari ini. Jejak itu ditinggalkan oleh seorang adik kelas yang berusia 4 tahun di bawah saya, ketika baru 3 bulan ia berstatus sebagai mahasiswa baru di kampus kami.

Pernahkan terpikir, sapaan ringan kita kepada seorang sahabat, salam yang kita ucapkan untuk memulai suatu perkenalan, senyum yang kita tampakkan ketika bertemu seseorang, bisa meninggalkan jejak yang sangat dalam di hati orang lain. Padahal terkadang kita menyapa hanya karena suasana hati yang sedang cerah, terkadang kita menebarkan senyum tanpa maksud apapun. Tapi tahukah, ternyata apa yang kecil itu bisa menjadi besar di mata seseorang. Apa yang kita anggap remeh, bisa jadi merupakan ibadah yang mengantarkan kita ke jannah-Nya. Karena senyum dan sapa, maka dunia mendoakan kita.

Pernahkah mendengar cerita tentang seorang pemuda yang tidak jadi melaksanakan bunuh diri hanya karena sebuah sapaan? Pemuda ini hidup dengan perasaan tidak pernah dipedulikan oleh orang lain. Orang tuanya tidak pernah menyapa dan menanyakan apa kabarnya hari ini, masyarakat sekitar hanya menganggapnya sebagai sampah masyarakat karena kelakuannya yang sangat meresahkan. Bahkan teman-teman akrabnya tidak pernah menganggapnya sebagai seorang manusia, mereka hanya memanfaatkan kekayaannya sebagai anak dari pemilik perusahaan tekstil terbesar di kota itu. Tekanan kehidupan yang bertubi-tubi, tanpa belaian tangan yang mengangkat rasa percaya diri, telah membuatnya memutuskan untuk mengakhiri sendiri hidupnya. Tapi ternyata Pemilik Segala Jiwa mempunyai skenario lain untuknya. Sebuah sapaan ringan menghentikan dorongan kakinya untuk lepas dari jembatan itu. "Kakak sedang apa?", sapaan ringan yang penuh rasa ingin tahu dari seorang bocah. "Apa Kakak tidak takut terjun dari jembatan itu? Kalau tidak sakit, apa aku boleh mencobanya?", pertanyaan sekaligus pernyataan yang menggugah rasa tanggung jawabnya sebagai seseorang yang dewasa. Pemuda ini pun memutuskan untuk membatalkan niatnya.

Yang kecil itu memang kadang lupa kita kerjakan. Tersenyum kepada anggota keluarga kita di pagi hari, menyapa orang yang hari ini duduk di sebelah kita di dalam bis kota, atau menebarkan salam kepada rekan-rekan kerja kita. Kadang kita lupa, padahal ketika seseorang menyapa kita, tersenyum atau memberi salam, ada kesan tersendiri yang hadir dalam diri kita. Merasa dihargai, merasa disayangi, merasa tidak sendirian, merasa mempunyai makna dan mungkin beribu perasaan lain yang kita rasakan saat hal itu terjadi. Perasaan yang sungguh indah, kadang tidak dapat terlukiskan dengan kata-kata..

Jadi, sudahkah kita tersenyum hari ini? Sudahkan menyapa? Sudahkan menebarkan salam?
Ya, semoga hari ini kita tidak hanya mengharapkan senyum dan sapa dari orang lain, tapi justru kita bisa memberi senyuman dan menyapa sahabat-sahabat di sekitar kita..
--

Dalam sebuah surat ukhuwah..
"Ana termasuk orang yang kurang bisa bergaul, tidak tahu juga mengapa ana yang terpilih untuk ikut serta dalam acara ini. Betapa bersyukurnya ana ketika anti datang, langsung menyapa dan mengulurkan tangan untuk berta'aruf. Jujur saja, ana kaget dan tidak menyangka.. karena ana lihat anti hadir dengan banyak teman, dan sebagian akhwat biasanya tidak ingin keluar dari kelompoknya. Lagi-lagi ana beruntung ketika terpilih dalam kelompok yang sama dengan anti, ana juga ikut menyumbang suara dalam pemilihan anti menjadi mas'ul kelompok loh, ukh.. Apalagi ketika ana terpilih untuk menulis surat cinta ini untuk anti. Allahu Akbar! Allah benar-benar Maha Tahu tentang segala isi hati, Allah mengabulkan permohonan ana untuk mengungkapkan rasa ini, uhibbuki fillah, ukhti... Ana sangat mencintai anti karena-Nya. Jazakillah khairan katsira atas segala perhatian dan sikap persahabatan anti, ana akan terus mendoakan agar anti bisa tetap istiqomah dalam memberikan hak ukhuwah kepada saudara-saudari anti. Sekali lagi, jazakillah khairan katsira.. ".

*) Memory kampus Ganesha, untukmu yang mengajariku tersenyum

No comments: