Monday, February 21, 2005

Pilihan yang Salah?!

Terkadang naif sekali kita. Selalu menganggap diri yang paling benar, yang lain salah. Selalu menganggap kelompok kita yang paling sohih, yang lain tidak. Na'udzubillahi min dzalik, semoga kita tidak pernah berfikir bahwa hanya orang-orang dari kelompok pergerakan kita yang muslim, dan yang lain kafir, padahal mereka masih mempercayai Allah sebagai ilah mereka dan Rasulullah SAW sebagai utusan-Nya.

Teringat nasihat seorang ustadz di salah satu majalah islam medio tahun lalu. Beliau berkata "Betapa banyak yang bersama kita, tapi mereka bukan bagian dari kita. Dan betapa banyak yang tidak bersama kita, tapi mereka merupakan bagian dari kita." Nash yang kita pegang adalah sama, yaitu Al-Qur'an dan Sunnah Rasulullah SAW. Tujuan kita pun sama, ingin menegakkan kembali Daulah Islamiyah di muka bumi. Kalaupun penafsiran, langkah kerja, dan wasilah (sarana) yang kita pakai berbeda-beda, itulah buktinya kesesuaian Islam dengan fitrah manusia. Ketika kita dihadapkan kepada pilihan dengan dalilnya masing-masing, ambillah yang paling mudah dan sesuai menurut kita. Toh ijtihad yang salah pun pasti bernilai satu. Bukankah persatuan umat Islam-lah yang harus kita kedepankan? Bukankah kita pernah berikrar untuk bertolong-menolong dalam hal yang disepakati dan bertoleransi dalam hal yang tidak kita sepakati?

Lalu kenapa ketika seorang sahabat kita menikah bukan dengan anggota kelompok kita, seakan semua kepala mendidih? Dengan sombong kita sebut mereka orang ammah, atau HL (Harokah Lain).. Wah, mesti hati-hati tuh, akhi, ukhti... So what gitu loh, kalo HL atau ammah? Mereka tetap saudara kita seiman. Jangan kedepankan su'udzon kita terhadap saudara. Seharusnya kita yakin, mereka pasti mempunyai pertimbangan tersendiri sebelum melalui jalan yang akhirnya mereka pilih. Kita sebagai sahabat, sekaligus saudaranya, harus tetap menjaga hak ukhuwah beliau, memotivasinya, dan terus mentausiyahinya. Bukannya malah menyalahkan, menyudutkan, bahkan menghukum dengan cara yang tidak baik. Mungkin, justru sikap seperti inilah yang membuat sebagian orang 'berlari' dari kelompok kita. Mana ukhuwah? Mana salamatus shadr (berlapang dada)? Mana tawashi bil haq dan tawashi bish shobri? Saya tahu, ada hal-hal tertentu yang berat untuk disepakati ketika suami dan istri datang dari kelompok pergerakan yang berbeda. Ada hal-hal yang harus dijaga kerahasiaannya dari masing-masing, dan membutuhkan kelapangan hati untuk menerimanya. Tapi itu sama sekali bukan justifikasi kita untuk bersikap merendahkan pilihan mereka!

Hidup ini adalah pilihan, dan setiap orang akan diminta pertanggungjawaban atas pilihannya itu. Seorang saudara hanya bisa memberi saran dan masukan, bukan paksaan, apalagi ancaman. Keputusan itu sendiri harus dibuat oleh yang berkepentingan, karena hidup kita adalah kita yang akan menjalaninya...

--
Teriring do'a untuk seorang adik, sekaligus sahabat yang baru menggenapkan setengah agamanya.
Kami hanya mendoakan agar jalan apapun yang kamu pilih, tidak akan mengeluarkanmu dari barisan panjang para penegak agama Allah, tidak akan menyurutkan langkahmu untuk tetap memperjuangkan Islam, hingga tidak ada lagi fitnah di muka bumi dan semua ketaatan hanyalah untuk Allah...
Baarakallaahu laka, wa baaraka 'alaika wa jamaa'a baina kuma fii khairiin.

No comments: